Monday 28 February 2011

KONSEP KASPIA (Mewarnai Kata Dengan Rasa)

Bahasa adalah kontruksi utama dalam membangun komunikasi. Kita gunakan bahasa untuk menyampaikan pikiran, gagasan dan maksud pada orang lain. Dan bahasa tulisan adalah salah satu sarana yang efektif untuk mengkomunikasikan hal-hal tersebut. Keahlian tulis menulis ini adalah suatu kebudayaan yang membawa revolusi bergengsi bagi moyang manusia. Kita tau, bahwa perbedaan antara zaman pra-sejarah dengan sejarah adalah tulisan. Sejarah terlahir dari rahim tulisan. Ketika manusia mengenal tulisan, maka saat itulah manusia bersejarah. Tuhan pertama kali menciptakan makhluk adalah sebuah pena. Kemudian Dia memerintahkannya untuk menulis dari awal hingga akhir dari kehidupan di Luahul Mahfudz. Surat dalam Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan bernama Al-Qalam (Pena). Ayat yang pertama kali diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW adalah “Iqra” (Bacalah). See… Allah mengkomunikasikan firman-Nya kepada umat manusia dengan sastra. Dengan kata-kata, kita menjaga fikiran kita tetap hidup (Anonymous).


KASPIA adalah singkatan dari Komunitas Penulis Alfatah, Kenapa KASPIA? dasar filosofisnya adalah karena ia merupakan indentitas suatu lokasi dimana terlatak banyaknya sumber daya yang amat sangat penting dan tersembunyi tanpa dibatasi oleh suatu batas teritorial negara ataupun hak pribadi suatu bangsa manapun. Kita mengenalnya sebagai teluk kaspia. Kenapa Al-Fatah? Sebagian mungkin sudah bisa menduga, itu adalah nama yayasan pesantren yang banyak tersebar di nusantara. Tapi artian itu terlalu sempit dan membatasi. Secara bahasa, Al-Fatah berarti keterbukaan, kemenangan atau kebebasan. Maka ini adalah sumber daya yang terbuka bagi siapa saja untuk mengexplorasi kegemarannya pada dunia kata. Sebuah harapan yang terangkum dalam sebuah kata. KASPIA.
Akhirnya, KASPIA adalah suatu komuni yang menjadi tempat berkumpul, sharing dan diskusi bagi orang-orang yang memiki minat pada seni kepenulisan atau sastra. Dia bukan tempat tertutup, terkunci rapat dan terbatasi oleh aliran tulisan tertentu. Semua bebas berekspresi dan mengexplorasi minatnya pada karya tulisan yang disukai dan kuasai. Kami disatukan oleh hobi yang sama, tidak oleh diksi bahasa dan gaya karya macam mana.
VISI : Mewadahi karya sahabat pecinta kesastraan dan menjadi sarana untuk mengembangkan khazanah bacaan bagi penulisnya dan juga pembacanya serta membangung basis ghozwatul fikr dalam media kepenulisan.
MISI: Membangun pola wacana bahwa karya sastra adalah bagian dari media dakwah yang urgen dan menigkatkan apresiasi positif terhadapnya. Sarana pemersatu ukhwah islamiyah yang beroriaentasi jihad fi sabilillah bil qalam.
PROGRAM
• Fasilitator sharing berbagai hal tentang kepenulisan.
• Referensi buku lama atau baru yang “a must read”.
• Info kepenulisan (workshop, book fair, bedah buku dll.)
• Menerbitkan buku karya pribadi atau bersama. (Kumpulan cerpen, puisi dll.)
• Menulis untuk amal atau menggalang dana bantuan bagi dhu’afa (korban perang palestina, bencana, yatama dll.)
• Membangun jaringan kemitraan dan kerja sama dengan berbagai pihak yang mendukung program KASPIA.
DEFINISI ANGGOTA
• Mampu baca tulis. (ya iyalah…)
• Respect dan apresiatif terhadap karya tulis.
• Suka menulis.
• Mudah komunikasi antar sesama anggota.
LAIN-LAIN
KASPIA tidak mengharapkan kuantitas anggotanya. Tapi kualitas. Kualitas itu adalah apresiasi terhadap karya seancur apapun bahasanya dan tetap rispek serusak apapun tulisannya. Yang terpenting adalah tetap memiliki moral value / pesan moral positif, sekonyol apapun jalan ceritanya. Sebab itulah proses. KASPIA menghormati proses, biarpun berlarut-larut, membosankan dan muter-muter. Karena KASPIA yakin, gagal itu bukan hasil, tapi proses.
KASPIA juga menghargai kebebasan. Komunitas ini tak mengikat apapun dan siapapun. Tak ada target khusus untuk diharuskan berhasil menciptakan 1000 puisi dalam sebulan, misalnya. Karena kita tidak sedang lomba memecahkan rekor MURI tingkat apapun. Enjoy aja… Santai tapi serius.
Dimana ada kebebasan disitu ada tanggung jawab. Kita sedang berada dalam latihan “perang adu kecerdasan” lewat media tulisan. Maka hendaknya tidak ada karya tulis KASPIA yang mengandung unsur memprovokasi SARA, kata-kata vulgar dan tabu. Ini bukan membatasi kreasi, tapi ini adalah tuntutan kita untuk mampu mengemas hal yang tabu untuk layak diangkat dalam karya. Cantoh saja Al-Qur’an bagaimana Allah menggambarkan hubungan suami istri dengan istilah pakaian dan ladang. Ungkapan yang familiar namun serat makna.
SEKIAN

Please join in Facebook

0 comments:

Post a Comment

Bookmarks

free counters