"Bagaimana kabar Ustadz ?". Begitu kira-kira yang sering ditanyakan beberapa teman ketika kami ada kesempatan untuk ngobrol. Entah itu SMS, telephone, chating, atau beberapa wall di Facebook. Pertanyaanya sama, itu-itu saja, dan tidak berubah. Dan jawabanku biasanya sama, itu-itu saja, dan tidak berubah. "Alhamdulillah sehat. Tapi ya biasa, sehatnya orang tua…". Maksudnya bisa dipahami. Beliau sehat, tapi sudah sering terima gangguan dari anggota tubuhnya yang minta dimanja. Beliau sehat, tapi jangan coba-coba membayangkan suara keras yang barang siapa mendengarnya selalu merasa teritimidasi dan bersalah. Beliau sehat, tapi sekarang shalat-pun sambil duduk tanpa daya.
Kawan, inilah sebagian dari peran sang waktu yang menakjubkan. Usia waktu sama persis ketika alam semesta ini diciptakan. Waktu adalah makhluk Tuhan yang paling dingin dan sekeptis perangainya kepada makhluk lain. Kadang terasa kejam bagi makhluk paling malang (baca: manusia) yang merasa punya waktu dan mampu mengendalikannya. Nah sekarang si Waktu ini sedang asik memainkan peranya sebagai tokoh antagonis nan misterius dalam kenangan dan cita-cita sang pemimpi. Sang pemimpi adalah saya yang terjebak sebagai orang yang salah, ditempat yang salah, dan waktu yang… (hmm…, kayanya sudah cukup deh menyalahkan waktu terus.)
Pondok yang dimaksud judul diatas adalah sebuah pondok yang berdiri tahun… (saya dulu nggak tau dan sekarang sudah lupa.). Murid pertamanya adalah tiga anak kampung yang namanya akan kita sering-sering didengar dari cerita almarhumah Ibunda dengan cerita penuh perbandingan, kebanggaan dan nasihat bagi yang ikhlas mendengarkannya. Cerita dan kisah generasi sukses lahir dari rahim Pondok itu. Ketiga anak kampung tersebut sekarang berhasil dengan Pondok Pesantren Al-Fatah-nya. Beberapa murid setelah mereka bahkan menjadi orang cukup penting di sekolah-sekolah berbasiskan Pesantren Al-Fatah yang berserak di Nusantara.
Konon, Pondok itu adalah satu-satunya pondok yang memiliki daya magis, misterius dan penuh keajaiban bagi yang pernah mendengar tentangnya. Dia seperti sekolah sihir Hogwarts yang memiliki aura prestisius bagi penghuninya, mengaku pernah di Pondok tersebut seperti para reporter kelas dunia mengaku pernah meliput perang teluk. Jikalau kamu mampu membuktikanya dengan pandai membaca kitab kuning (minimal sanggup membuka kitab Jurumiyah dan menunjukan mana baris pertama yang harus dibaca) maka orang disekitarmu akan memandangmu dengan kedua matanya (lawan kata dari memandang dengan sebelah mata). Tapi sayang jika tidak, itu hanya akan membuatmu malu dan seolah mengaku pernah mondok disana adalah suatu aib kelurga yang harus ditutupi rapat-rapat.
"Untuk setiap kesuksesan ada harga yang harus dibayar.". Ya, si pepatah (sepertinya mereka yang arif dan bijaksana selalu malu menonjolkan namanya dan menggunakan nama samaran yang umum namun penuh rahasia; pepatah.) itu benar adanya. Anda tak perlu mengeluarkan biaya besar (dalam artian rupiah) untuk mondok disana. Karena itu bukan Pondok mewah. Untuk memudahkan visualisasi akan saya gambarkan seperti ini (dengan sedikit dramatisir). Luas areanya saja kira-kira seluas sepetak kebun dibelakang rumahmu. Gedung utamanya terdiri dari Masjid dilantai bawah dan beberapa kamar tidur, tempat jemur pakean, tempat makan (tempat makan ini tidak ada batas khusus, dimana nampan berisi bancaan ditaruh, disitulah tempat makan.), tempat riadhoh (mengingat kami semua adalah atlit-atlit tanpa bakat maka tempat riadhoh juga tidak memiliki ruang khusus.) yang semuanya berada dilantai atas Masjid. Kemudian ada asrama di depan Masjid yang sekarang berubah fungsi menjadi dapur umum, gudang sembarang bekas, dan lagi-lagi merangkap tempat Riadhoh. Selanjutnya masih ada bangunan inti dari semua bangunan tadi. Rumah Ustadz. Bangunan ini mewakili cerminan dari Pondok itu sendiri. Besar, angker, dingin dan seolah mengatakan kepada mereka yang datang; "Mau apa kamu kesini !!!". Arsitekturnya tak ramah. menindas bangunan disekelilingnya. Taruhlah seorang produser Hollywood di dalamnya. Maka dengan deras meluap-luap segala ide cerita horror treler yang belum pernah dibayangkan seorang Jig Saw-pun akan dengan mudah datang.
Secara keseluruhan, bila di zoom-out dari foto satelit di atas sana, akan tampak seolah-olah segitiga Bermuda ada di darat, atau seperti Amarika mendirikan Area 51 di pulau Jawa !. Akan tetapi ingat kata seseorang yang arif bijaksana yang mengaku bernama pepatah ini; "Don't judge the book from its cover.". Didalam sepetak tanah tadi, banyak hal-hal menakjubkan terjadi, petualangan seru mengepung penghuninya, pengalaman hidup yang memberikan sumbangan terbaik untuk membentuk kepribadian tiap insan di dalamnya akan gampang didapati seperti mencari warna hijau ditengah-tengah hutan tropis amazon yang deselimuti musim hujan. Semuanya memberikan efek trauma positif bagi jiwa-jiwa yang dahaga akan ilmu.
Seperti yang kubilang diatas tadi. Harga yang harus dibayar adalah pengorbanan jiwa dan hatimu (cara halus mengungkapkan korban prasaan), seberapa besar porsi sabar, syukur dan ikhlas di hatimu sebesar itu pula manfaat yang akan kamu terima selama berada di Pondok tersebut nantinya. Manfaat itu bukan seperti restoran fast food yang dimana kamu pesan sekarang, diwaktu yang sama pula kamu dapatkan. Akan tetapi manfat itu berjangka panjang, lama dan menjalar-jalar dikehidupanmu selanjutnya. Itulah yang disebut trauma positif. Menurut bahasa agama disebut hidayah.
Keberadaanya seperti oase ditengah-tengah gurun Gobi . Banyak yang menganggapnya fatamorgana. Atau seperti hantu. Banyak orang membicarakanya tapi hanya sedikit yang pernah menemuinya. Dan begitulah komposisi penghuninya, orang yang benar-benar "sial" dan tidak beruntung. Hanya sedikit yang berani dan mempertaruhkan segalanya. Perlu mental seorang gila petualang penakluk kutub untuk itu. Nah, mereka yang sial itu ada tiga jenis macamnya. Pertama, mereka yang tidak diterima disekolah / pesantren manapun. Kedua, mereka yang dianggap orangtuanya punya potensi untuk disesatkan iblis, maka ketika lulus buru-buru direhabilitasi dan dipasung ke tempat itu. Dan ketiga, mereka yang benar-benar tidak mampu, baik secara materi atau bekal ilmu untuk melanjutkan ke sekolah / perguruan favorit versi orang tuanya dan kebetulan penguasa daerah menawarkan "besiswa" untuk menuntut ilmu di tempat tak ber-akreditasi apapun ini.
Tau tentang pecahan bola empat arwah dalam film anime atau komik manga Inuyasa??. Jika anda tau itu maka akan mudah bagi saya membahasakan transfer ilmu di Pondok tersebut. Dibutuhkan perjuangan sehebat Spartan untuk mendapatkannya. Ketika kau dapat secuil ilmu darinya, maka kau harus bisa membaginya kepada pengikutmu (baca; murid baru) tentang metode, kaidah besert hikmahnya. Tidak ada kelas-kelasan. Yang ada hanya yang belum tau dan yang sudah tau. That’s all. Pecahan ilmu yang kau dapat tersebut seperti candu. Bagai menegak air laut mati di Jordania. Rasa dahaga membuatmu gelisah. Memecah tempurung jiwa penuntut ilmu yang sesungguhnya. "Kemana lagi bisa ku sempurnakan pecahan ini !.". Begitu kira-kira batinmu berteriak. Maka tumbuhlah sayap-sayap nasib membawamu ke pelosok-pelosok Andalas. Rimba-rimba Borneo . Menembus belantara beton kota politan. Menghirup aroma semak-semak Benua Hitam. Mejejakan kaki di pasir Ratu Balqis. Hingga ketanah suci Haram Asyarif bila mungkin.
Nah sobat, itu tadi true story yang PERNAH singgah di Pondok tersebut. Itu semua PERNAH terjadi hampir setahun yang lewat. Maka dalam kurun waktu setahunan itu cukuplah kiranya gelar sebagai lagenda hidup (dalam kondisi sekarat, hidup segan mati pun tak mau.) disandang oleh Pondok ini. Sebuah pondok yang turut menjadi saksi dari para santrinya yang tak resmi namun penuh potensi, yang tak ada tanda kelulusan namun sanggup memberi bukti keajaiban hidup yang sering tak terduga. Dia akan menjadi prasasti yang mungukir urat-urat nadi generasi emas masa depan. Percayalah, dia akan tetap berdiri kokoh dihati tulus kalian yang rela menyempatkan diri tinggal dan belajar didalamnya. Dia tak akan runtuh di jiwa-jiwa baja yang sebagian usia kalian dihabiskan untuk mempersiapkan diri bersamanya. Bawalah pecahan hikmah darinya kemanapun kalian melangkah. Segerombolan tembok lapuk yang membentuk bangunan tua diatas sepetak tanah kebun ini akan merindukan kalian dan menunggu kisah seru diceritakan diatas lantai berdebunya. Menggaungkan semerbak tawa pada dinding-dinding tuanya yang berlumut. Dia mungkin ketika itu hanya bisa menyambut dengan warna kusam cat-catnya. Menyuguhkan kalian dengan lompatan tupai dan kicauan burung di ranting-ranting pohon tua yang bosan dilamun angin. Jika kebetulan beruntung, dia akan menyuguhkan kalian buah nangka atau mangga yang rindu untuk dipetik dari dahan-dahannya. Dan yah… hanya itu kiranya yang bisa disajikan dari sepetak tanah kebun yang kesepian.
Ups,. Hampir lupa. Saya belum bilang kepada kalian apa nama Pondok ini. Namanya Pondok Pesantren Suffah Hizbullah Kalitengah Mranggen Demak. Pondok yang hidup, sekarat dan mungkin mati bersama pendirinya. Ciri sebuah institusi yang tak pernah mendapat dukungan selayaknya. Bahkan dari mantan-mantan penghuninya. Sebagian yang belum pernah dengar mungkin asing dan untuk sebagian yang pernah dengar semoga ini mengingatkan kalian akan sesuatu. Sesuatu yang kemungkinan mengendap disudut ingatan yang paling gelap, beku dan sendirian.
Dari seseorang yang tak tau arti kalah dan mengalah.
11:24 PM. Ahad 09 05 2010
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteBenar adanya.......
ReplyDelete