Monday 12 December 2011

Surat Cinta Lelaki Biasa


Bismillah hirahman nirrahim...
Assalamu 'alaik Cahaya...
Untuk mampu menuliskan ini, aku menggenapkan 50% keberanian, 20%kenekatan dan 30% harapan dalam jangka waktu berbulan-bulan. Katakanlah aku pengecut, aku tak akan membantah. Perlu sifat playboy turunan Spartan untuk patut mengungkapkan perasaan cinta secara langsung, terbuka dan apa adanya. Tanpa ragu, seketika ia memandang padamu untuk pertama kali. Tapi aku bukan pecundang. Mengobral kemegahan rasa yang menjanjikan bermasa depan dalam sekali pandang,satu penilaian, lalu dua tangan bertepukan.

Cinta ini tidak tergesa, ia datang perlahan-lahan. Bersamaan dengan tuturmu yang banyak meyakinkan akan kebaikan, bersama sikapmu yang mengandung pekerti yang mendamaikan dan jalan fikiranmu yangmenyusuri hikmah kebijakan. Seperti dibawa angin sepoi untuk dipersembahkan, meneduhkan relung kosong sepetak hati, meyejukan ruang hampa di hamparan jiwa. Angin itu telah berhasil menebar benih cinta, menggiring awan simpati untuk menyiraminya dengan hujan perhatian, menuntun mentari untuk meneranginya hingga terang, inilah bunga berkuntum cinta itu, berakar menghujam dada, berpucuk menantang logika, alangkah harum semerbak wanginya.
Sewajarnya bukan...
Cahaya...
Aku tidak akan berdusta untuk mendapatkanmu. Aku jujuri semua permainan alam yang lelah ku jalani dalam sendiri. Lihatlah aku dari semua dimensi. Agar nyata keberadaan ini seolah engkau rasakan sakit dijatuhnya aku, rasakan pahit di getirnya gelapku, dan tersenyum manis dalam simpul kebahagiaanku.
Aku hanya lelaki biasa dengan tanggungan cinta selaksa. Aku tidak dapat memastikan setiap masalahmu dapat ku pecahkan, tapi aku pastikan kau tak akan menghadapinya sendirian. Aku mungkin tak sanggup penuhi setiap apa yang kau inginkan, namun aku sanggupi untuk dampingi dalam pencapaian. Aku bisa saja ucapkan janji-janji wangi,tapi aku butuh kamu untuk semua bisa ku penuhi.
Cahaya...
Tak perlu kamu bergelar juwita yang melulu dipuja, sebab menyadari hidupmu nanti tanggung jawabku sudah membuatku bangga. Tidak usa risau dirimu keturunan siapa, karena menyadari dirimu kelak kuperistri, sudah membuatku cinta. Bukankah lengkap sudah fase bahagia seorang pria, jika telah dipercaya Tuhan tuk menanggung kemudi bahtera rumah tangga.
Kita akan meraih semuanya dari kilometer nol, ini bukan idealis seorang kesatria berkuda, tapi ini untuk menumen kita membangun masa depan yang seutuhnya dari hasil jerih kita berdua. Inilah yang bisa diharapkan meneguh karangkan rumah tangga jika suatu saat didera badai yang tak seharusnya. Kau akan mengingat, bahwa ini semua bukan hasil sepihak saja, ketika mungkin kau hendak beranjak meninggalkanya. Begitu juga aku. Bukankah lebih baik tidak menyimpan telur dalam satukeranjang yang sama... kita akan menyimpan satu kebersamaan dalam dua kepala. Kita akan saling mengingatkan tentang apa yang kita lupa dari kebenaran dan fakta-fakta.
Cahaya...
Tak usah galaukan kata-kata yang berserak ini. Tak usah risaukan perasaan lelaki ini. Tak usah paksakan perasaanmu kepadaku. Aku hormati keputusanmu apapun kalimat penolakan yang akan kau layangkan.Tak usah sungkan. Aku tak akan sakit hati walau mungkin harus berendam airmata berhari-hari. Tak akan sampai buat ku bunuh diri walau mungkin akan terlihat sering bicara sendiri...
Walau kenanmu adalah jawaban indah doaku..
Akan aku cukupkan kesediaanmu padaku dengan perayaan yang semua orang berharap mengecapnya sekali seumur hidup. Sebuah Pernikahan.
Wassalam...
Dari seorang lelaki biasa.
(KASPIA/SDA/17082010)

0 comments:

Post a Comment

Bookmarks

free counters