Pada dasarnya, uslub (cara) untuk mendakwahkan gagasan-gagasan Islam,
atau menyampaikan kritik (koreksi) bisa dilakukan dengan cara apapun, selama
uslub tersebut tidak bertentangan dengan syariat, dan masih dalam wilayah
mubah. Menyampaikan gagasan, kritik, maupun ide-ide Islam boleh juga dilakukan
dengan cara bersama-sama, berdua, bertiga, maupun seorang diri. Di masa
shahabat, ada diantara mereka yang menyampaikan gagasan Islam dengan cara
melakukan konvoi secara bersama-sama dan membentuk dua buah shaf (barisan), ada
pula yang menyampaikan dakwah Islam dengan cara sendiri-sendiri. Dalam sirah
Ibnu Hisyam disebutkan, bahwa sekelompok shahabat berkeliling Ka'bah
menyampaikan seruan Islam. Mereka berbaris, dan membentuk dua buah shaf,
kemudian berjalan bersama-sama mengelilingi Ka'bah sambil menyerukan kalimat
Tauhid. Rasulullah saw mendiamkan aktivitas sekelompok shahabat ini. Ini
menunjukkan ada taqrir (persetujuan) dari Rasulullah saw.
Namun demikian, karena al-Qur,an dan Sunnah telah turun secara sempurna, maka
kaum muslim yang melakukan masirah mesti memperhatikan hukum-hukum lain yang
berhubungan erat dengan penggunaan aktivitas umum (jalan raya yang digunakan
masirah), dan adab-adab ketika berada di jalan raya. Dengan kata lain, masirah
harus tetap memperhatikan syarat-syarat di bawah ini:
1. Harus menyuarakan gagasan Islam, dan kemashlahatan kaum muslim. Tidak boleh
menyerukan gagasan-gagasan bathil dan bertentangan dengan aqidah Islam.
2. Tidak merusak kepemilikan umum, menimbulkan kemacetan, atau mengganggu para
pengguna jalan yang lain. Tidak boleh duduk-duduk, atau memblokade jalan raya
sehingga terjadi kemacetan total. Sebab, ini bertentangan fungsi dari jalan
raya yang digunakan untuk berjalan.
3. Harus tetap memperhatikan adab-adab ketika berada di jalan raya.
Lantas apa beda antar masirah dengan demonstrasi? Bedanya, hanya berhubungan
dengan syarat-syarat di atas. Dengan kata lain, demonstrasi adalah aktivitas
menyampaikan gagasan atau kritik yang tidak memperhatikan syarat-syarat di
atas.
Adapun keikutsertaan wanita dalam masirah, maka harus dikembalikan kepada hukum
asal dari masirah. Pada dasarnya, wanita juga diperbolehkan menyampaikan
gagasan maupun kritik secara bersama-sama atau rombongan. Namun, kaum wanita
mesti memperhatikan hukum-hukum lain yang berhubungan dengan dirinya. Misalnya,
mereka tidak boleh dicampuradukkan dengan pria (ikhthilath), harus menutup
aurat , dan tidak boleh menggunakan pakaian-pakaian yang memungkinkan dirinya
terjatuh dalam tabarruj. Untuk itu, di dalam masirah yang melibatkan pria dan
wanita, maka keduanya mesti dipisahkan, dan harus tetap memperhatikan
ketentuan-ketentuan Islam yang berhubungan dengan interaksi wanita dengan pria.
Jika syarat-syarat ini dipenuhi, maka keterlibatan wanita dalam masirah adalah
sesuatu yang diperbolehkan (mubah).
Bagi yg ingin COPAS n SHARE ambil aja HAK CIPTA HANYA MILIK ALLAH Sampaikanlah walau 1 ayat, HARAP DISEBARKAN ya ^_^
By: Akhi Riki
0 comments:
Post a Comment