Perum Ranca Mulya, Sumedang.
Toko sepi, seperti biasa. Kalau tidak ada tugas dari bos untuk menagih hutang ke klien biasanya aku cuma akan ngobrol ngalor ngidul tak tentu arah sampai tersesat menggosipi pejabat daerah dengan teman sekantor. Iya, kami deep collector sebuah perusahaan optik.
Tapi waktu itu entah kenapa ada sebuah ide menulis kisah tentang seorang gadis yang jatuh cinta pada seorang pria yang menyelamatkanya dari pemerkosaan. Namun si pria menghindari si gadis setelah sadar (dan terlambat) bahwa dirinya terinfeksi HIV saat aksi penyelamatanya waktu itu meninggalkan luka akibat sabetan silet dari si pelaku. Si lelaki tak mau melukai si gadis. Ia harus mengubur cintanya hidup-hidup sebelum cintanya membunuh orang yang dicintainya. Namun si gadis terlalu dalam cintanya pada sang pria yang baginya, dan ia hanya tahu itu, bahwa ia adalah malaikat penyelamatnya. Tak cuma menyelamatkannya dari tragedi itu, tapi dari tragedi kehidupnya yang lama kelam.
Sampai derita dan doa batin si gadis menciptakan sebuah kehidupan bayangan, kehidupan de javu. Ia saksikan apa yang ingin ia ketahui tentang pria yang dicintainya dari awal perjumpaan mereka. Dengan syarat, ia tak boleh terlihat oleh dirinya sendiri di dunia nyata. Dimulai dari tragedi pemerkosaan itu, ternyata dirinya yang menjadi kehidupan bayangan itulah yang menolong dirinya sendiri dengan sengaja berteriak minta tolong padahal dirinya yang menjadi korban disekap mulutnya oleh lima preman itu. Iya, ide ini seperti di film De Javu-nya Danzel Washington atau Harry Potter and the prisoner of Azkaban.
Dari situ ia menyadari satu hal. Bahwa mencintai tak sama dengan keinginan untuk memiliki setelah banyak kejadian ia alami dan ketahui dari kehidupan bayangannya. Cintanya menjadi sederhana, ia hanya ingin menjadi orang yang hadir dan ada untuk menemani si lelaki di saat-saat akhir hidupnya. Tapi takdir harus tetap berjalan.
“Tuhan sayang Nasya dengan menjemput Nasya lebih dulu dari kehidupan agar Nasya tak perlu sedih lagi melihat kematian orang yang Nasya cintai.” Ujar sahabat si lelaki di samping jasad Nasya, yang selama ini mengetahui kisah mereka. Kisah cinta dan kematian yang membuatnya sadar untuk melepas semua ilmu hitam yang dimilikinya.
Cerita itu sampai sekarang belum rampung, binder yang aku pakai untuk menulis raib.
Pokohkidul, Wonogiri.
“Bisa pesen cerita nggak ? Tentang seorang lelaki yang dituduh sebagai teroris di sebuah angkot karena tindak tanduknya menjaga sebuah kotak yang dicurigai sebagai bom.”
Ide yang lahir dari teman saya yang memiliki teman yang terlibat aksi terorisme (bahasa UUD-nya) padahal hanya mengikuti kajian dan riyadhoh (latihan) yang berkaitan dengan ‘Idad sebagai kewajiban seorang muslim laki-laki biasanya.
“Tapi setelah diperiksa, ternyata ia hanya seorang yang memiliki tetangga sedang hajatan dan dititipi satu krat telur dari saudaranya di pasar.”
Saya pikir, di negri yang penduduknya mudah terprovokasi, menganut hukum praduga tak bersalah dan memiliki mind filter yang rendah, cerita seperti itu bisa saja terjadi. Faktanya, msyarakat kita tak mungkin mencurigai seorang berambut Mohawk dan bercelana pensil dengan kaos bersablon A7X jika ia berhati-hati membawa sekardus telur itu. Lelaki di angkot itu berjenggot dan bercelana cingkrang. Bukan kecurigaan akibat kebetulan. Sekardus sepatu bekas terbungkus pelastik hitam yang tertinggal di sebuah halte bis di Indonesia akan mudah mengundang kepanikan warga dan sekuadron Tim GEGANA.
By the way, di sini pertama kali saya FB-an setelah lima tahun Mark Zukernberg meresmikanya.
Kalitengah, Mranggen, Demak. (Second Leg).
Separuh di sini saya habiskan dengan gila membaca, separuh lainya dengan gila menulis. Saya banyak mencerna bacaan bergizi dan membuka wawasan. Saya kagum dengan Habiburrahman El Serazy dan kepingin menjadi sepertinya yang membawa pencerahan tentang relegiusitas. Lain hari saya kagum dengan Dan Brown dan berminat menjadi sepertinya yang membawa pencerahan tentang teknik berfikir memecahkan misteri. Lain waktu saya kagum dengan Andrea Hirata dan bercita-cita menjadi sepertinya yang memberikan pencerahaan tentang dunia pendidikan dan tekhnik mempelajari sesuatu. Disaat yang lain saya kagum dengan Pramuedya Ananta Toer dengan cerita membumi dan jadulnya yang hidup dan romantis. Tapi entah kenapa saya belum kepikiran menjadi sepertinya.
Catatan : buku-buku itu saya ‘pinjam’ dari Mas saya yang saya nggak tahu dia tahu apa enggak bukunya di pinjem saya. Ingat! Kita tidak ingin membahasnya lagi.
Aplikasi FB membantu saya menyalurkan dan mempublish tulisa saya yang hasratnya sedang di bawah pengaruh kopi ABC Mocca berhadiah langsung. Saya bingung bagaimana caranya bisa ikut serta dalam organisasi atau komunitas kepenulisan biar saya bisa belajar banyak dari mereka yang ahlinya. Akhirnya, dengan putus asa, saya memdirikan KASPIA. Sendirian. Dengan dukungan teman-teman FB yang belum saya kenal dengan baik tapi begitu baiknya perhatian mereka pada saya. Terimaksih dan maafkan. Dengan sedih saya katakana, KASPIA adalah impian saya yang gagal.
Saya banyak mengikuti lomba-lomba kepenulisan yang diadakan di dunia maya. Alhamdulillah, 1 buku Antologi puisi diterbitkan oleh FLP Riau untuk sumbangsih saudara kita di Palestina, 1 buku Antologi cerpen Flash Fiction inspiratif bersama Akhi Dirman Al Amin, 1 buku antologi kisah yang tergabung dalam Charity For Indonesia yang hasilnya insya Allah 100% disalurkan untuk korban bencana di Indonesia. Dan yang terakhir 1 buku antologi puisi Al-Aqsho yang diterbikan oleh Syuban Niyabah Semarang.
Sisanya, saya nulis cerita untuk konsumsi saya sendiri pribadi.
0 comments:
Post a Comment