Wednesday, 11 July 2012

17 Tahun "Holocaust" Bosnia dan Herzegovina



Dalang pembantaian ribuan muslim Bosnia belum terungkap

Kemarin, ribuan warga Kota Srebrenica, Bosnia dan Herzegovina, mendatangi Monumen Potocari di pinggir kota. Di sana ada pemakaman besar tanda pernah terjadi tragedi pembantaian besar-besaran umat muslim oleh milisi Serbia selama 11-13 Juli 1995.
 
Selain mengingat 17 tahun peristiwa keji itu, warga juga berupaya mengidentifikasi 520 jasad baru yang ditemukan Komisi Hak Asasi Independen. Momen ini sekaligus bertepatan dengan pengadilan Jenderal Ratko Mladic yang dituding sebagai otak utama pembunuhan sistematis ribuan muslim Bosnia, seperti dilaporkan stasiun televisi Aljazeera, Rabu (11/7).
 
Pangkal masalah Bosnia terjadi pada Maret 1992. Saat itu Federasi Komunis Yugoslavia runtuh mengikuti jejak Uni Soviet. Banyak wilayah otonomi khusus memerdekakan diri secara sepihak, misalnya Slovenia, Kroasia, Serbia, tak terkecuali Bosnia dan Herzegovina.

Wilayah Bosnia memang kompleks, banyak etnis bermukim di sana. Apalagi mayoritas berimbang antara warga muslim keturunan Kesultanan Turki Ottoman (kerap disebut Bosniaks) dan warga Bosnia-Kroasia yang beragama Katolik Roma. Kedua pihak ini masih bisa bekerjasama. Masalah besar muncul, lantaran ada minoritas etnis Serb (orang Serbia) yang merasa menginduk pada negara tetangga Serbia yang lebih besar wilayahnya.

Daerah itu sejak dulu rawan konflik sektarian, tapi berhasil dipadamkan berkat kepemimpinan Presiden Joseph Bros Tito di masa 1950-an, yang mengedepankan nilai-nilai komunisme. Namun sejak ideologi negara itu runtuh di awal 1990-an, berakhir pula kerukunan antar warga.

Ketika Yugoslavia runtuh, etnis Serb berharap muncul Republik Serbia lama. Harapan mereka terganjal lantaran parlemen Bosnia pada Maret 1992 memproklamirkan kemerdekaan.

Padahal wilayah Bosnia membelah daerah etnis Serb. Selain itu, kawasan Sarajevo hingga Srebrenica adalah pusat industri di masa Yugoslavia masih jaya. Hampir 60 persen pabrik ada di kawasan Bosnia. Tambang juga kaya, mulai dari bauksit, minyak, batubara, sampai timah.

Kontak senjata pun dimulai. Presiden Serbia Slobodan Milosevic mengklaim tanah milik etnisnya harus bersih dari warga Bosnia. Daerah-daerah yang diklaim itu kebanyakan dihuni warga muslim. Jenderal Mladic kabarnya menerjemahkan perintah pembersihan itu sebagai genosida sistematis.
 
Sejak 1992-1995, desa-desa kaum muslim Bosnia dibumihanguskan. Muncul perlawanan tapi tidak signifikan karena tentara Serbia memiliki persenjataan lebih lengkap. Apalagi ada milisi Scorpion, pasukan khusus yang kejam, bergerak cepat dari desa ke desa. Mereka kabarnya ditugaskan langsung Kementerian Dalam Negeri Serbia buat meneror warga Bosnia supaya enyah dari desa mereka.

Gerah dengan kondisi itu, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 1993 mengirim pasukan penjaga perdamaian. Namun, petaka terjadi di kota Srebrenica yang saat itu dianggap sebagai zona aman bagi kedua kubu.

Awal Juli 1995, kondisi kota di wilayah timur Bosnia itu nyaris seperti kota mati. Aliran listrik dan air sudah diputus tentara Serbia. Rakyat, kebanyakan wanita dan anak-anak kelaparan.

Tragedi pun terjadi ketika pasukan PBB, saat itu diisi kontingen Prancis dan Belanda, tidak menghentikan aksi penculikan lelaki Bosnia oleh milisi Scorpion saat dini hari pada 11 Juli.

Pada malam itu, perempuan dipisahkan dari suami atau anaknya. Beberapa bahkan diperkosa. Ibu hamil ditembak di depan kerumunan warga.

Nasib paling sial dialami warga Srebrenica lelaki, tua maupun muda. Mereka dikumpulkan dengan truk, dibawa ke gudang di wilayah Tulsa maupun Potocari. Sepanjang 11-13 Juli, ribuan pria Bosnia ditembak mati dalam keadaan telanjang dan diikat di lapangan-lapangan kosong.

Jenazah para korban langsung dikuburkan supaya pemantau asing tidak tahu terjadi pembantaian massal. Namun, pesawat pengintai Amerika Serikat berhasil memotret beberapa kuburan berusia belum sehari dan mengumumkannya sepekan setelah kejadian.

Bocornya kabar insiden penembakan itu membuat publik dunia marah. Serbia ditekan dan akhirnya bersedia berunding pada 2 November 1995 di Pangkalan Dayton, Ohio, Amerika lantas berdamai dengan pihak Bosnia-Herzegovina.

Setelah bertahun-tahun penyelidikan oleh pelbagai pegiat hak asasi, publik dunia terkejut lantaran kekejaman Srebrenica betul-betul tidak berprikemanusiaan. Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, pada 1999, bahkan menilai apa yang terjadi di wilayah timur Bosnia itu hanya kalah buruk dibanding tindakan Nazi saat Perang Dunia II. "Warga dunia harus ikut bertanggung jawab karena abai sehingga peristiwa mengerikan seperti saat Holocaust Perang Dunia II ini terjadi di masa sekarang," ujar Annan.

Data resmi PBB melansir data korban tragedi Srebrenica mencapai 8.373 orang tewas atau hilang, lebih dari 500 adalah anak-anak. Hingga sekarang, baru 5.137 sudah ditemukan kuburan massalnya.

Kekecewaan para janda Srebrenica making bertambah lantaran aktor utama yang memerintahkan tindakan keji itu belum terungkap sampai sekarang. Sejak 2001, hanya perwira menengah Serbia saja yang sudah mendapat hukuman.

Jenderal Mladic memang telah tertangkap dan diseret ke Pengadilan Internasional. Namun dia hingga kini menolak 11 tuduhan yang dialamatkan padanya. Presiden Slobodan Milosevic yang kabarnya ikut memberi izin pembantaian sudah meninggal enam tahun lalu.

Bahkan, tahun lalu Presiden Serbia Milorad Dodik menuding warga Srebrenica membesar-besarkan jumlah korban. "Korban tewas barangkali cuma mencapai 3.500, itupun tidak bisa disebut genosida karena kondisi perang," kata dia.

Warga Srebrenica harus bersabar lebih lama sebelum otak kejahatan kemanusiaan ini terungkap.

sumber : MERDEKA.COM

0 comments:

Post a Comment

Bookmarks

free counters